Heart By Heart

 

1.       Author : Lime

2.       Tittle :Heart By Heart

3.       Genre : Romance,Family, Oneshoot

4.       Cast :

          Oh Sehun EXO

          Lee Yooyoung Hello Venus

          Kim Namjoo A Pink

          JR Nu’Est

          Minhyun Nu’Est

          Other Cast

FF EXOVENUS ini terinspirasi dari lagu Demi Lovato, yang judul lagunya menjadi judul FF ini juga. Author memakai main cast KPOP idol 95liner kecuali Sehun. Mengapa? Just check this fanfiction out! Maaf banyak typo. Don’t like, don’t read. Do read, do RCL! ^^

 heart by heart

When your soul finds the soul it was waited for

When someone walks into your heart through an open door

When your hand finds the hand it was meant to hold, don’t let go

When someone comes into your world

Suddenly your world has changed forever

No there’s no one else’s eyes that could see into me

No one else’s arms can lift, lift me up so high

Your love lifts me out of time

And you know my heart by heart

Aku memandang sebuah gedung yang sebentar lagi akan aku masuki. Sebuah sekolah menengah atas yang cukup ternama. Aku tidak tahu kenapa aku harus sekolah lagi. Aku tidak mengenyam pendidikan formal selama satu tahun terakhir, aku cuti dari sekolah. Padahal hanya tinggal melewati satu tahun lagi kemudian aku bisa lulus.

Setelah menemui kepala sekolah, aku dipersilahkan masuk ke ruang kelas. Tidak ada yang memperhatikanku, tidak ada yang bertanya, “Siapa orang itu?”

Aku memang tidak penting. Aku bukanlah siapa-siapa.

Aku duduk di sebuah kursi kosong. Seorang laki-laki yang sepertinya hanya dia yang merasakan kehadiranku, mengisyaratkan bahwa tempat itu kosong.

Tiba-tiba sebuah tas mendarat mulus di wajahku. Si pemilik tas segera mengambil tasnya kembali.

“Eh maaf. Aku kira tidak ada orang yang duduk disini. Biasanya tempat ini selalu kosong.” Kata perempuan itu kemudian berlalu.

Apakah aku tidak terlihat? Atau benar-benar tidak ada yang peduli dengan kehadiranku?

Yah… aku masih punya ratusan hari lagi agar bisa pergi dari tempat ini.

“Kau siswa baru ?” Sebuah suara mengejutkanku dari belakang. Aku berbalik, aku yakin sudah tersenyum kemudian mengangguk. Seorang laki-laki dengan mata sipit, sebenarnya aku juga memiliki mata yang sipit.

“Namaku Hwang Minhyun.” Sambungnya lalu menjabat tanganku.

“Aku…Aku Oh Sehun.” Balasku.

Punya satu kenalan di hari pertama, awal yang baik.

“Minhyuuun!!!” Seorang perempuan berhamburan ke arah Minhyun dan melemparkan tasnya di dekat tempat duduk Minhyun. “Siapa ini?”

“Oh dia siswa baru.” Jelas Minhyun.

Kemudian laki-laki yang mempersilahkanku bangku kosong sebelumnya, juga bergabung. “Aku Kim Jonghyun, panggil saja JR. Dan perempuan genit itu Namjoo.” Katanya ramah.

“Sehun.” Jawabku. Oke ini lebih dari sekedar awal yang baik, 3 orang sudah mengenalku.

JR, Minhyun, dan Namjoo bercanda dan mengobrol asyik. Aku hanya merespon dengan senyuman. Aku tidak percaya diri untuk ikut dalam percakapan mereka. Aku masih canggung.

“Yaaa JR berikan aku buku tugasmu! Aku belum menyelesaikan tugas minggu lalu.”

Aku menoleh. Gadis itu berambut panjang indah.

JR menyerahkan buku tugasnya pada gadis itu. “Dia hanya  sibuk berkencan dengan Baekho, laki-laki kelas sebelah.” Gerutu JR.

“Namanya siapa?” Tanyaku pelan.

“Yooyoung.”

 Aku mengangguk. JR melanjutkan, “Dia teman kami juga. Dia akan bergabung bersama kami setelah menyelesaikan tugasnya.

“Sehun ah, berapa usiamu? Mungkin aku bisa memanggilmu ‘oppa’.” Ujar Namjoo.

“Ah…aku berusia 20 tahun.” Jawabku.

Tiga orang di depanku ini seakan membeku sesaat. Untuk sementara waktu mereka saling berpandangan, lalu menatapku bersamaan.

“20? Kami berempat berusia 19 tahun. Apa kau pernah tinggal kelas atau bagaimana?” Tanya Minhyun heran.

Bagaimana pun juga hal ini pasti akan diketahui mereka. Ku jelaskan dengan perlahan. Saat memasuki tahun ketiga, appaku meninggal dunia karena kecelakaan. Aku hancur dan sesuatu terjadi padaku sehingga aku harus berhenti sementara waktu dari segala jenis pendidikan formal selama satu tahun. Sejujurnya ini bukan hal yang senang aku bicarakan.

Mereka mengangguk, entahlah mereka paham atau tidak. Aku tidak suka membicarakan hal itu.

~***~

Aku menatap meja yang ditempati JR, Minhyun, dan Namjoo. Aku ingin bergabung dengan mereka. Hanya saja aku merasa takut, mungkin saja mereka jijik atau enggan bergaul denganku. Aku yang lebih tua dari mereka dan memiliki masa lalu yang sulit untuk diceritakan.

“Kenapa berdiri saja? ayo duduk disitu!” Tiba-tiba Yooyoung menyenggol lenganku. Aku tidak sadar sudah berapa lama dia berdiri di sampingku. Aku mengangguk canggung lalu mengekorinya.

“Hey, haruskah aku memanggilmu hyung?” Canda JR disambut tawa yang lainnya.

“Ah…cukup Sehun saja.” Sahutku.

“Tapi ya, aku masih penasaran dengan alasanmu berhenti sekolah.” Celoteh Namjoo lagi.

Tuhan, aku takut itu akan menakuti mereka.

Mereka berempat menunggu jawabanku. Rasanya aku ingin berlari pulang. Aku menghela nafas beberapa kali, lalu memulai ceritaku.

Satu tahun lalu, saat appaku masih hidup, beliau sangat bangga dengan kemampuanku bermain sepak bola. Aku bisa membobol gawang lawan dengan mudahnya di setiap pertandingan yang aku ikuti. Aku masuk tim inti sepak bola sekolah dan aku bermain untuk liga kecil di kota asalku. Aku bahkan sudah mendaftarkan diri untuk audisi tim nasional Korea Selatan. Hidupku sangat sempurna, appa, eomma, dan seorang kakak laki-laki yang menyayangiku.

Sepulang dari latihan sepak bola seperti biasa, appa memarahiku karena bola sepak milikku sudah tidak bisa digunakan lagi. Beliau bergegas pergi untuk membelikan yang baru untukku. Kemudian kecelakaan itu terjadi, appaku tertabrak truk barang dan tewas di tempat, tangannya memeluk bola sepak baru yang akan diberikan untukku.

Aku merasa bersalah. Aku merasa akulah penyebab kematian appaku. Karena aku, karena sepak bola. Sejak kejadian itu aku selalu dihantui mimpi buruk setiap malam. Aku sering terbayang kecelakaan itu, sering merasa bersalah dan menghukum diriku sendiri. Pikiranku kacau, akulah penyebab kematian appa.

Melihat kondisiku yang semakin memburuk, eomma membawaku ke dokter jiwa. Entah apa yang mereka bicarakan setelah aku diperiksa dokter, akhirnya aku harus menetap di rumah sakit itu untuk terapi jiwa setiap hari. Aku sudah gila. Aku benar-benar sakit jiwa.

Kakakku selalu meyakinkan bahwa aku tidak gila. Aku hanya sakit mental katanya. Ayolah, apa bedanya?

Satu tahun aku di rumah sakit itu, mendapatkan terapi dan penyembuhan setiap saat.

Dan sekarang aku disini, aku sekolah lagi. aku sudah sembuh, begitu yang dikatakan dokter. Aku rasa memang berhasil, aku sudah tidak pernah berhalusinasi lagi sejauh ini.

Aku tersenyum mengakhiri ceritaku. Aku sama sekali tidak menemukan tatapan takut pada manic mata teman-teman baruku.

“Setelah satu tahun, semua teman-temanku sudah memiliki kehidupan baru mereka. Aku tidak punya teman lagi sekarang.” Kataku.

Yooyoung berbisik pada Namjoo. Kemudian Namjoo melanjutkannya pada JR dan Minhyun. Sebuah pesan berantai mungkin. “Kami akan menjadi temanmu, Sehun.” Ujar Yooyoung.

~***~

Sekarang aku menatap pantulan diriku di depan cermin besar. Ada yang berbeda. Aku memakai headphone dan mendengarkan lagu rap. Aku menggunakan jaket abu, rambut tidak kusisir rapi seperti biasa. Terlalu culun menurut JR, jadi aku hanya membiarkannya basah dan akan kering sendiri. Aku ingin berubah, pertama dengan penampilan. Mungkin jika bisa memadukan dengan style JR dan Minhyun aku akan semakin percaya diri, yah meskipun tingkat kepercayaandiriku masih di bawah rata-rata.

Dua minggu sudah aku disini dan dua minggu sudah aku berteman dengan mereka. Kami selalu menghabiskan waktu istirahat di kantin bersama, saat merasa rajin kami akan membaca buku di perpustakaan, bahkan kami sering mengunjungi rumah JR. Aku belum terbiasa memang, aku tipe pendiam dan tidak aktif. Tapi seperti yang aku katakana sebelumnya, aku ingin berubah.

JR adalah yang teraktif –tepatnya dihiperaktif- di antara kami. Dia senang membuat lelucon dan membuat kami tertawa. Dia juga sangat ramah padaku. Sifatnya yang easy going membuatnya punya banyak teman.

Minhyun sendiri agak pendiam namun memiliki sifat hangat, mungkin. Dia seorang flowerboy menurutku. Aku tidak banyak tahu tentangnya, aku selalu gugup jika hanya berdua saja dengannya. Dia pendiam, aku super duper pendiam. Hanya sesekali kami berbincang, tapi aku yakin dia orang yang baik.

Namjoo? Aku selalu bisa melihat keceriaan di wajahnya. Wajah cantiknya selalu dihiasi senyuman. Aku dengar banyak laki-laki yang berusaha mendekatinya. Tapi Namjoo seakan tidak peduli, berpacaran itu merepotkan baginya.

Yooyoung. Aku tidak tahu harus berkata apa, dia sangat cantik bagiku. Yooyoung berpostur tubuh besar tinggi, berbeda dengan Namjoo yang bertubuh kecil mungil. Yooyoung punya rambut hitam panjang yang indah, ia sangat manis jika mengucir rambutnya. Bisa dibilang, aku sangat menyukainya. Oh ya, akhir-akhir ini aku selalu mendengarkan lagu rap. Yooyoung menyukai jenis music itu. Ia bahkan sering berlatih rap sesekali, aku rasa ia memang berbakat menjadi seorang rapper. Diam-diam aku berlatih rap juga.

Bersama mereka, aku tidak berhalusinasi lagi. seperti mendapatkan hidup baru.

~***~

Aku tersenyum melihat selembar kertas hasil ulangan minggu kemarin. A. Meskipun aku pernah dirawat karena sakit mental –seperti kata eommaku- otakku lumayan encer dalam pelajaran.

“Wuuuu C- ! aku di bawah rata-rata!!!” Seru JR sambil tertawa bersama Namjoo dan Minhyun. Hal seperti itu dijadikan lelucon. Aku tidak ingin men-judge, tapi itulah JR yang kukenal.

Di sampingku, Yooyoung terlihat lesu memandangi kertas miliknya. Dengan gugup aku mendekatinya, “Bagaimana hasilmu?”

“C.” Jawabnya singkat.

“Mmm… itu lebih baik daripada hasil JR.”

Yooyoung tersenyum kecut. Oke sepertinya aku memang tidak bisa bercanda sama sekali.

“Bagaimana denganmu?” Yooyoung balik bertanya. Belum sempat ku jawab ia merebut kertas milikku. Yooyoung diam, aku semakin merasa bersalah. “Kau pintar, ya.”

“Aku… eng aku hanya beruntung.”

“Kalau begini terus aku bisa tidak lulus ujian.”

“Kau pasti bisa. Aku mau membantumu belajar.” Tawarku. Entah bagaimana kalimat itu keluar begitu saja dari mulut.

“Benarkah? Terimakasih, Sehun ah.”

~***~

Hari-hari berikutnya aku selalu menemani Yooyoung belajar dan mengajari materi yang tidak ia mengerti. Kami mengajak JR, Minhyun, dan Namjoo juga namun mereka menolak. Pelajaran di sekolah sudah cukup katanya.

Aku senang memperhatikan Yooyoung belajar.

Yooyoung cantik saat sedang bingung.

Yooyoung cantik saat menggigit ujung penanya.

Yooyoung cantik saat cemberut melihat hasil hitungannya yang menurutku salah.

Ya, Yooyoung cantik.

“Yaaa kalau yang ini apa maksudnya?” Tanya Yooyoung padaku.

Khayalanku buyar, aku malu. Dia pasti memergokiku memandanginya sejak tadi. “Oh ini sama dengan nomor 5 tadi.” Jelasku.

“Ah iya, aku benar-benar lupa. Kali ini pasti bisa!” Katanya menyemangati diri.

“Mmm-hmm… kalau begitu aku akan memesankanmu makan siang.” Sahutku.

Jadwal belajarku semakin bertambah karena harus mengajari Yooyoung juga. Tak apalah. Siang ini sepulang sekolah kami bertemu di tempat makan biasa kami berlima, bedanya hanya ada aku dan Yooyoung, dan kami belajar.

~***~

Untuk kesekiankalinya hasil ulanganku A, dan kesekiankalinya JR, Namjoo, dan Minhyun menertawakan hasil ulangan mereka sendiri. Yooyoung pernah memaksa mereka untuk ikut belajar bersama sekali, namun mereka menolaknya sambil tertawa. Katanya mereka harus melihat Yooyoung berhasil dulu barulah mereka akan ikut ‘les tambahan’ denganku, Oh Sehun.

Aku mengalihkan pandanganku pada Yooyoung. Ia diam kemudian menoleh ke arahku dan tersenyum. Entah apa maksudnya. Lalu Yooyoung memperlihatkan hasil miliknya, A!

Yooyoung berjingkrak senang lalu memamerkannya pada JR, Namjoo, dan Minhyun. Aku ikut senang.

Tiba-tiba Yooyoung berlari padaku, dan sesaat… waktu seakan berhenti. Aku bisa merasakan detak jantungnya, mendengar deru nafasnya, dan mencium parfumnya begitu dekat. Yooyoung memelukku.

“Ini semua karena bantuanmu, terimakasih Sehun ah!” Kata Yooyoung lalu melepaskan pelukannya.

“Ah itu karena kau giat dan rajin belajar.” Ujarku.

Tangan Yooyoung mendarat lembut di kepalaku dan mengacaknya, “Thankyou so much!”

Aku kembali merasakan waktu seakan berhenti. De Javu. Aku pernah diperlakukan seperti ini. Seseorang pernah mengacak rambutku seperti ini, appa…

“Mmm-hmm you are welcome.”

“Sebagai tanda terimakasihku, malam ini kau harus makan malam di rumahku!”

“Oke, aku akan berangkat bersama JR dan….”

“Ssstt!” Potong Yooyoung cepat. “Hanya kita berdua saja, mengerti?” Sambungnya dengan nada pelan.

~***~

Aku meminta hyung untuk mengantarku ke rumah Yooyoung. Selama di perjalanan ia menggodaku habis-habisan. Bagaimana bisa perempuan yang mengajak laki-laki untuk berkencan? Begitu katanya. Entahlah, ini bukan kencan bagiku. Maksudku aku sudah sering makan bersama Yooyoung dan hanya ada kami berdua. Bedanya kami tidak pernah makan bersama di malam hari, seperti malam ini.

 Rumah Yooyoung terlihat sepi. Aku menekan bel beberapa kali sampai Yooyoung membukakan pintu.

Tolong, siapa pun tampar aku!

Apa itu bidadari yang berdiri di ambang pintu? Membukakan pintu untuk si penghuni neraka dan membiarkannya masuk ke surga?

Yooyoung mengenakan dress putih sampai menutupi lututnya, kaki jenjangnya terekspos. Rambutnya yang selalu kusukai tergerai indah, cahaya lampu membuatnya semakin bersinar. Aku terpukau.

“Ayo masuk!” Ajaknya lalu menarik tanganku.

Yooyoung sudah menyiapkan semuanya. Di meja makan hanya tersedia dua piring steak, buah-buahan, dan minuman dingin. “Hanya kita berdua? Mana orangtuamu?” Tanyaku heran.

“Mereka sedang pergi, mereka akan pulang besok malam. Jadi aku sendiri.” Jelasnya.

Kami berdua makan bersama, berhadapan, dan berbincang-bincang. Yooyoung memilih steak untuk menu makanan kami, bukan makanan khas Korea. Aku rasa ia punya selera makan yang bagus.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul 9 malam. Aku meminta hyung untuk menjemputku jam 9. Kami sudah selesai makan dan hanya mengobrol saja. Aku senang mendengarnya berceloteh, selain cantik Yooyoung juga punya sejuta sifat yang aku sukai.

“Sebentar lagi hyung akan menjemputku, aku harus bersiap.” Pamitku.

“Tunggu sebentar.” Cegat Yooyoung. Ia berdiri dari duduknya dan berjalan ke tempatku, lalu duduk di atas meja tepat di depanku. “Sehun ah, apa kau pernah pacaran?” Tanyanya.

“Belum.”

 “Apa kau juga belum pernah mencium seorang gadis?”

“Sama sekali belum.” Jawabku mantap.

Yooyoung terdiam sebentar, “Kau pasti pernah mendengar kalau aku menyukai Baekho. Tapi kami tidak berpacaran.”

“Lalu?” Tanyaku heran.

“Aku hanya ingin memastikan… orang pertama yang menciummu adalah orang yang mencintaimu.”

Dan sekarang aku mulai gugup. Bibir Yooyoung mendarat manis di bibirku, ia mengecupnya sekilas kemudian melepasnya. Entah setan apa yang merasukiku, aku menarik tenguk Yooyoung lalu menautkan lagi bibir kami.

Tin…Tin…

Oke itu alarmku. Kami tertawa lalu melepas lembut ciuman kami.

~***~

 “Sehun ah!” JR menjitak kepalaku dan menarik kursinya lalu duduk tepat di sampingku, diikuti Minhyun dan Namjoo.

“Bagaimana kau dan Yooyoung melakukannya?” Tanya Minhyun.

Tunggu dulu… melakukan apa?

“Apa?” Aku balik bertanya.

“Yaaa kami bertanya bagaimana kau dan Yooyoung melakukannya. Setahuku Yooyoung tidak bisa melakukannya, aku juga baru tahu kau bisa melakukan hal seperti itu.” Sahut Namjoo.

Tunggu… apa yang mereka bicarakan?

“Jadi kau sudah berhasil?” Tembak JR lagi.

Mereka membicarakan ciuman kami, bukan? “Engg aku melakukannya dengan lembut.” Jawabku gugup.

“HAH! Sudah kubilang kalau belajar itu jangan tergesa-gesa, harus dengan lembut!” Ujar JR kesal.

Aku menghembuskan nafas lega. Ternyata itu yang mereka bicarakan.

“Kau tahu, malam ini si Baekho itu mengundang seluruh siswa tahun terakhir untuk berpesta di rumahnya.” Kata Minhyun mengalihkan pembicaraan.

“Oh iyaiya. Seingatku bukan ulangtahunnya.” Sahut Namjoo. “Biasalah orang kaya.” Sambungnya lagi.

“Baekho memintaku dan Yooyoung melakukan rap di pestanya. Aku tidak tahu harus melakukan apa.” Kata JR. Oh iya, selain Yooyoung, JR juga jago dalam rap.

 “Nah, itu Yooyoung! Kau diskusikan saja dengannya!” Tunjuk Namjoo.

~***~

Aku kembali merasa seperti freak di tengah-tengah pesta. Entah pesta dalam rangka apa. Aku lebih suka duduk dan memperhatikan. Minhyun dan Namjoo terlihat asyik bergabung dengan yang lain. Aku belum melihat JR sama sekali malam ini. Dan Yooyoung… aku melihatnya berduaan dengan Baekho di lantai atas rumah Baekho. Aku memang bukan apa-apa jika dibandingkan Baekho.

“Yaaa apa kau melihat JR?” Namjoo tiba-tiba mendatangiku. Aku menggeleng.

“AH! Aku baru menghubunginya. Dia terkena diare!” Sahut Minhyun.

“APA? Apa dia sudah gila terkena diare di saat seperti ini?”

“Memangnya ada apa?” Tanyaku.

“JR harus segera perform rap bersama Yooyoung. Yooyoung tidak bisa melakukannya sendiri.” Jelas Namjoo.

“Bagaimana kalau aku yang menggantikan JR? aku rasa aku bisa.” Tawarku.

“HAH? Jangan bercanda!”

“Aku tidak yakin tapi aku serius.”

“Bagaimana kau bisa serius kalau kau tidak yakin?” Namjoo terdengar putus asa.

Aku tidak peduli. Aku beranjak mendatangi Yooyoung yang sudah siap dengan dua micropone.

“JR sedang sakit, biar aku menggantikannya.” Kataku pada Yooyoung.

“Kau bisa?”

“Lagu apa yang akan kita bawakan?”

Yooyoung terdiam, seperti tidak yakin namun akhirnya ia memberikan satu micropone nya. “GD and TOP, Baby Good Night.”

~***~

 Euphoria apa ini?

Semua orang bertepuk tangan. Namjoo dan Minhyun malah berteriak, meneriakkan namaku dan Yooyoung. Benar. Kami baru saja melakukan perform bersama. Aku tidak asing dengan lagu itu, itu lagu yang sering aku dengarkan sejak mengetahui Yooyoung menyukai rap.

“Wahaaa Sehun ah!” Namjoo berhamburan padaku. “Pertama aku melihatmu, kau seperti mahluk paling menyedihkan di sekolah. Sekarang lihat? You are the sexiest boy in this school!”

Aku tersenyum mendengar pujian sahabatku. Tunggu dulu, dimana Yooyoung? Aku baru saja turun panggung bersamanya dan sekarang ia hilang begitu saja.

“AKU BUKAN KEKASIHMU!”

Suara pertengkaran terdengar di keramaian pesta. Dalam sekejap suasana menjadi hening. Terlihat Baekho dan Yooyoung bertengkar hebat. Yooyoung berbalik dan meninggalkan Baekho. Tanpa diduga Baekho mendorong Yooyoung hingga Yooyoung jatuh tersungkur.

Aku berlari dan menghajar wajah Baekho dengan sekali pukulan. Baekho jatuh ke belakang, sudut bibirnya berdarah. Tanganku terasa ngilu, darimana aku mendapat kekuatan seperti itu, aku tidak tahu.

Aku membantu Yooyoung berdiri dan membawanya keluar dari pesta, keluar dari rumah Baekho.

Aku menuntunnya duduk di sebuah kursi panjang di dekat taman. Lututnya berdarah, Yooyoung menangis. Aku mengeluarkan tissue dari saku celanaku dan membersihkan lututnya.

“Jangan menangis lagi, sakitnya pasti akan hilang.” Kataku.

“Aku menangis bukan karena lututku, tapi aku malu. Bagaimana bisa laki-laki mendorong perempuan seperti itu, aku malu Sehun aku malu! Aku memalukan!” Isaknya.

“Sudah tidak apa-apa, kan? Aku sudah menghajarnya untukmu.” Ujarku menenangkan.

Yooyoung mengangguk lalu menghapus air matanya, “Baekho cemburu karena perform kita tadi. Padahal kami tidak memiliki hubungan apa-apa.”

“Aku melihatmu dan Baekho di lantai atas rumahnya.” Kataku.

“Dia memintaku untuk menjadi kekasihnya namun aku menolak. Mungkin itu juga alasan kecemburuannya.”

“Kenapa kau menolak? Bukankah kau menyukainya?”

“Itu dulu sebelum aku mengenalmu.” Tutur Yooyoung. “Sehun ah, kenapa kau tidak mengatakannya saja? kenapa kau tidak memintaku untuk menjadi kekasihmu?”

Aku menghela nafas. Yooyoung menunduk dan menungguku untuk berbicara. “Aku tahu aku pendiam dan orang kikuk. Aku ragu untuk mengatakannya karena Baekho jauh lebih baik dariku. Aku bukan apa-apa dibanding dia. Dan kau tidak memalukan, kau sangat cantik.”

Aku memeluk Yooyoung erat. Ia membalas pelukanku lalu berbisik manis, “Aku anggap ini sebuah kejelasan.”

Yooyoung mencintaiku dengan caranya sendiri. Aku mencintainya dengan seluruh kekurangan dan kekikukanku. Yooyoung mengetahui hatiku dengan hatinya. Yooyoung mengenal hatiku menggunakan hatinya. Tidak ada yang pernah begitu mengerti perasaanku sebelumnya. Yooyoung mengerti bahkan saat aku tidak mengungkapkannya, ia tahu hatiku.

~***~

Yooyoung menggenggam erat tanganku sambil terus berjalan menyusuri jalanan Seoul yang lengang. JR, Minhyun, dan Namjoo yang sudah mengetahui hubungan kami, terus menggoda kami. Jujur aku malu, namun aku harus berani. Aku tidak boleh egois, aku ingin Yooyoung selalu mengerti hatiku, aku pun harus mengerti dia.

Waktu memang cepat bergulir, tak terasa sudah hampir setahun aku disini, bersama mereka berempat yang kini tengah berjalan bersamaku. Ini minggu terakhir kami berlima bisa bersenang-senang. Selanjutnya kami akan diseommakkan dengan serangkaian ujian akhir. Kami berlima sudah diterima di Dongguk University. Tentu saja setelah tahu Yooyoung berhasil setelah belaar bersamaku, JR, Minhyun, dan Namjoo ikut belajar bersama. Hasilnya kami diterima di universitas yang sama meskipun berbeda jurusan. Kami ingin  terus bersama, itu saja.

Dan Yooyoung. Aku hanya ingin berbagi cinta dengannya.

“Yooyoung ah, apa Tokyo University sudah memberikan hasilnya? Kau diterima?” Tanya Namjoo tiba-tiba.

Aku menghentikan langkahku. Yooyoung belum pernah cerita apapun mengenai hal itu. “Kau mendaftar ke luar negeri?”

“Hanya iseng saja. yah semoga saja diterima.” Ujar Yooyoung.

Dan sekarang aku sangat ingin menjadi egois, aku ingin ia tetap di sini, di Korea Selatan, di kota Seoul, dan di sisiku.

~***~

Hari ini duniaku seperti runtuh. Tepat setelah pengumuman kelulusan kami, Yooyoung dinyatakan di terima di Tokyo University. Tentu saja ia tidak akan melepas kesempatan itu.

Aku dan yang lainnya membantu Yooyoung mengepak barang. Hanya berselang seminggu setelah pengumuman keluar, Yooyoung harus segera ke Jepang sebelum semuanya hangus. Aku hanya diam, aku tidak tahu harus bicara apa. Aku memang kekasihnya, tapi bukan hakku untuk melarangnya pergi dan mengejar impiannya.

“Berjanjilah kau akan menelpon setiap hari.” Kata Namjoo sambil menghapus air matanya. Kami tidak mengantar Yooyoung sampai bandara, orangtuanya yang akan mengantarnya.

Yooyoung memeluk Namjoo, ia juga menangis. Bahkan JR dan Minhyun terlihat sangat bersedih. Aku? Entahlah seperti apa ekspresi wajahku saat ini.

“Kau tidak akan mengatakan sesuatu?” Tanya Yooyoung padaku. Aku bisa saja menciumnya sekarang juga, aku menahan seluruh emosiku dengan amat baik seperti Sehun yang dulu.

“Aku hanya ingin kau kembali.” Kalimat bodoh itu terlontar begitu saja dari lidahku.

Yooyoung tersenyum lalu memelukku. Pelukan terhangat, pelukan terakhirnya.

~***~

Sekarang aku sendiri.

Aku mengunci diri di kamar. Eomma dan hyung sedang tidak ada di rumah. Aku menangis, tidak bersuara jelas. Hanya isakan kecil dengan air mata yang tak henti mengalir.

Aku kembali berhalusinasi. Khayalan itu kembali muncul.

Aku berusaha melupakannya, berusaha tidak mengingatnya dan tidak memikirkannya lagi. tapi tidak bisa. Aku gila.

Appa…

Appa meninggal dunia karena aku…

Appa tertabrak karena aku memintanya untuk membeli bola untukku…

“Berhenti menangis. Berhenti menangis….”

Tidak bisa. Aku terus memikirkannya.

Akulah penyebab kematian appa…

Aku yang membunuhnya…

Aku seorang pembunuh!

Itu salahku… semua salahku… aku bersalah

Aku meraih telepon genggamku dan menekan nomor hyung. Aku menghubunginya dan langsung diterima.

“Hyung..hyung…”

“Sehun ah? Ada apa?” jawab hyung.

“Yooyoung meninggalkanku ke Jepang dan aku tidak bisa berhenti memikirkan hal ini.”

“Apa?”

“Hyung, apa aku yang membunuh appa? Appa pergi untuk membeli bola untukku lalu ia mati, jadi aku yang membunuh appa?”

“Yaayaa apa yang kau pikirkan?!”

“Aku berusaha tidak memikirkannya tapi tidak bisa!”

“Sehun dengar! Eomma akan segera pulang dan aku akan secepatnya kembali…”

“Bagaimana jika aku memang menginginkan appa mati? Hyung… itu semua salahku. Appa mati karena aku… hyung…”

“Sehun ah! Sehun ah!”

Mungkin itu suara terakhir yang aku dengar.

~***~

1 month later…

 

Aku pernah berada disini tahun lalu, tapi tidak di kamar ini. Aku ditangani oleh dokter yang sama, seorang dokter tua namun tetap awet muda menurutku. Aku sudah merasa lebih baik. Dokter sudah berusaha membuatku tidak mengingat kejadian itu.

Eomma dan hyung sering mengunjungiku. JR, Minhyun, dan Namjoo juga. Mereka bilang kegiatan perkuliahan akan segera dimulai, 2 minggu lagi katanya. Jika aku sudah tidak gila lagi dan bisa keluar dari sini, aku bisa kuliah bersama sahabat-sahabatku.

Yooyoung. Aku selalu mendapat surat darinya. Menerima surat panjang darinya membuatku merasa bahwa sebagian dirinya ada di sampingku. Ia menitipkan sebagian jiwanya pada setiap berlembar-lembar surat yang aku terima setiap minggunya.

“Kau sudah bisa pulang sekarang.” Kata dokter.

“Apa aku sudah tidak gila lagi?”

“Kita belum bisa melihat hasilnya sebelum melihatmu beraktivitas, tapi aku yakin aku benar-benar sudah pulih.”

“Bagaimana bisa? Ini hanya menghabiskan waktu satu bulan dan…”

“Aku yakin kau akan baik-baik saja.” Tegas dokter itu.

~***~

Ritual sebelum makan, aku, eomma, dan hyung berdoa dengan khusuk. Ya, aku sudah pulang, kembali ke rumahku. Teman-temanku berjanji akan menemaniku besok. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka, yang mau menerimaku seperti ini, keadaanku yang menyedihkan ini.

Suara bell rumahku menggema. Aku menghentikan kegiatan makan malamku. Aku bergegas membuka pintu.

Astaga, sepertinya dokter itu salah. Aku masih gila.

Apa itu bidadari yang berdiri di ambang pintu? Penghuni neraka membukakan pintu untuk bidadari dan membiarkannya masuk ke neraka? Bidadari itu mengenakan dress putih sampai menutupi lututnya, kaki jenjangnya terekspos. Rambutnya tergerai indah, cahaya lampu membuatnya semakin bersinar. Aku terpukau.

“Hyung! Hyung!” Aku berteriak memanggil hyungku. Hyung segera menghampiriku. “Hyung, apakah aku masih gila? Ataukah aku sudah mati? Aku melihat bidadari di hadapanku.”

“Sebenarnya dia bukan bidadari. Dia Yooyoung. Yooyoung.” Ini kenyataan, bukan khayalanku.

“Hai, Sehun ah.” Suara khasnya, aku mengenal suara khas itu. Dia memang Yooyoung, Yooyoung ku.

Aku tidak melanjutkan makan malamku, aku meminta izin untuk mengajak Yooyoung berjalan-jalan di sekitar kompleks rumahku. Seperti dulu, Yooyoung selalu menggenggam tanganku saat kami berjalan bersama.

“Kenapa kau kembali?” Tanyaku.

“Aku tidak suka Jepang. Aku ingin disini saja. Aku akan kuliah disini saja bersama JR, Minhyun, Namjoo, dan juga denganmu.” Jelasnya.

“Apa kau tidak malu berteman denganku? Dengan orang gila sepertiku?”

“Siapa bilang kita berteman? Aku masih milikmu dan aku bertaruh kau masih milikku.”

“Aku bukan siapa-siapa, apa kau tidak malu punya seseorang yang spesial dengan penyakit yang spesial sepertiku ini? Aku memalukan.” Elakku.

Yooyoung menghentikan langkahnya, ia menarik lenganku, membuatku berhadapan dengannya.

“Aku tidak peduli. Dan kau tidak memalukan, kau sangat spesial.”

 Yooyoung memelukku erat. Aku membalas pelukannya lalu berbisik manis, “Aku anggap ini sebuah kejelasan.”

Yooyoung mencintaiku dengan caranya sendiri. Aku mencintainya dengan seluruh kekurangan dan kekikukanku. Yooyoung mengetahui hatiku dengan hatinya. Yooyoung mengenal hatiku menggunakan hatinya. Tidak ada yang pernah begitu mengerti perasaanku sebelumnya. Yooyoung mengerti bahkan saat aku tidak mengungkapkannya, ia tahu hatiku.

END

6 thoughts on “Heart By Heart

  1. UhH so sweet. Udah lama aku nggak baca exovenus fic. Suka yg chan-lime sama kris-alice part. Feelnya dapet banget di 2 yg itu. Setting tempatnya juga bener2 bisa kebayang jelas di otak.

Leave a reply to 2yoo Cancel reply