Sun of Love

1.       Author : Lime

2.       Tittle :Sun of Love

3.       Genre : Romance, Ficlet

4.       Cast :

          EXO’s Kris, Suho, Lay, Baekhyun, Sehun, and Chanyeol

          Hello Venus’ Alice, Yooara, Nara, Yoonjo, Yooyoung, and Lime

sun of love

Kris Alice

 

Alice merentangkan tangannya dengan mata tertutup. Ia tersenyum. Cahaya matahari pagi meresap dengan mudah melalui pori-pori kecil di kulitnya. Hangat sekali.

Beberapa saat kemudian, masih dengan posisi tangan yang sama, ia membuka sebelah matanya. Berusaha mengintip seorang laki-laki yang berdiri tepat di sampingnya.

“Jangan mengintip begitu.” Laki-laki itu bergumam.

Alice tertawa lalu meninju lembut lengan laki-laki itu. “Kris, apa matamu tidak terasa sakit atau perih? Sudah terlalu lama kau menatap matahari. Seakan kau akan menantang sang surya.”

“Tidak. Aku tidak menantangnya, hanya menghitung seberapa lama aku bisa bertarung dengan matahari.”

“Sama saja.” Cibir Alice. “Kau tidak pernah menikmati waktumu. Kau terlalu serius. Kau selalu memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bisakah kau berhenti berpikir sejenak dan menikmati waktu yang kita miliki? Sederhana saja, seperti merasakan cahaya matahari tanpa perlu menantang sang pemilik cahaya.”

Kris mengedipkan matanya beberapa kali kemudian memandang Alice, “Bagaimana caranya?”

Alice kembali merentangkan tangannya, menutup mata, mengambil nafas dalam, dan menghembuskannya perlahan. “Seperti ini.”

Kris melakukan hal yang dilakukan Alice. saat merentangkan tangan, tangan Kris menyentuh tangan Alice. Tanpa komando, kedua tangan itu saling berpaut erat.

“Bagaimana rasanya?” Bisik Alice.

“Yang aku rasakan adalah kehangatan tanganmu yang begitu kuat menggenggam. Aku tidak ingin melepaskannya.” Ucap Kris, kali ini ia benar-benar menikmati momen bersama kekasihnya.

Suho © Yooara

Suho harap-harap cemas. Ia mondar-mandir di dalam sebuah ruangan di rumah sakit. Beberapa orang juga tampak cemas menantikan hasil.

Seorang gadis duduk di atas ranjang dengan bagian kedua matanya di balut perban. Ya, gadis itu baru saja mendapatkan tindakan operasi mata. Sudah dua tahun lebih gadis itu buta. Setelah mendapat donor mata yang cocok, akhirnya operasi bisa dilakukan.

Dan kini semua orang yang mencintainya menantikan hasil operasi itu.

Suho mendekati gadis itu, Suho menggenggam erat tangannya. Dokter mulai melepas perban itu dengan perlahan.

Perban sudah dilepas habis. Sekarang wajah gadis itu tampak jelas dengan kedua indera penglihatannya yang masih tertutup.

“Coba buka matamu.” Perintah dokter.

Gadis itu menggerakkan kelopak matanya. Perlahan terbuka, menampakkan dua mata bening yang masih lemah. Dan orang pertama yang dilihatnya adalah Suho.

“Yooara, kau bisa melihatku?” Tanya Suho penasaran.

Yooara mengangguk cepat. Yooara melihat ke sekelilingnya. Eomma, Appa, dokter, dan suster terlihat tersenyum bahagia.

“Kau masih seperti yang dulu. Kau masih tetap cantik meski dengan sepasang mata baru.” Puji Suho.

Sesaat kemudian, cahaya matahari menerobos melalui celah-celah tirai jendela. Warna khas cahaya matahari saat sang pemilik cahaya akan tenggelam. Untuk kali pertama setelah dua tahun, Yooara bisa melihat cahaya cantik itu lagi.

“Kau terlihat berbeda.” Ujar Yooara pada Suho.

“Eh?”

“Kau semakin tampan saja.”

Suho tidak bisa menyembunyikan rasa malunya. Pipinya memerah.

“Wajahmu memerah…” Tunjuk Yooara lalu menusuk lembut pipi Suho dengan jari telunjuknya.

“Bodoh, ini karena cahaya matahari.” Elak Suho lalu memalingkan wajahnya.

 Lay Nara

Matahari sudah tinggi namun Nara masih asyik berselimut dan tidur pulas di ranjangnya. Sesekali ia bergeliat, kemudian mengambil posisi yang lebih nyaman dan tidur lebih pulas lagi.

Menyadari gadisnya masih belum beranjak dari pulau kapuk, Lay berusaha membangunkan Nara. Lay menepuk pundak gadisnya beberapa kali, namun Nara masih tertidur. Lay menarik selimut dan guling yang peluk Nara dengan kasar. Lay bahkan menarik bantal yang digunakan Nara, hasilnya nihil. Gadisnya semakin bergeliat merapatkan diri.

Merasa kesal, Lay menyingkap tirai jendela dengan kasar.

“Engghh…” Nara mengerang sambil menghalau cahaya matahari yang menyilaukan matanya.

Lay tersenyum jahil. Ia berdiri tepat di depan jendela dan menghalang cahaya matahari mengganggu tidur gadisnya. Nara kembali pada posisi semula dengan nyaman.

Lay menggeser tubuhnya dan membiarkan cahaya matahari menyilaukan Nara. Nara kembali mengerang. Lalu Lay menghalang cahaya matahari lagi. Begitu seterusnya hingga Nara terjaga dan sadar bahwa Lay sedang mempermainkan waktu tidurnya.

“Jangan ganggu!” Bentak Nara sembari melempar bantal ke wajah Lay.

“Ini sudah siang dan kau masih tidur? Cepatlah bangun, matahari saja sudah bertengger sejak tadi.” Balas Lay.

“Aku tidak meminta matahari untuk terbit terlalu pagi.”

“Dunia tanpa matahari akan gelap gulita. Sama seperti hidupku tanpamu.”

Nara tertawa terbahak-bahak lalu melempar bantal dengan ukuran yang lebih besar ke  arah Lay. “Sudah, jangan menggodaku seperti itu.”

 “Lalu seperti apa aku akan menggodamu?” Tantang Lay. Nara menggeleng. Lay berjalan mendekati Nara lalu mengecup pipi gadisnya, “Selamat siang.”

Baekhyun Yoonjo

Yoonjo merapatkan posisi kaca mata hitamnya. Setelah merasa siap, ia berlari ke tepian pantai dan membiarkan ombak menampar kedua kakinya.

Dan slruup!

Payung merah muda terbuka. Yoonjo memakai payung cantiknya dan berjalan di pinggir pantai. Ia sangat menyukai pantai, tapi ia benci cahaya matahari yang akan membuat kulitnya gelap.

“Yoonjo yaa!”

Suara khas itu berdengung di telinga Yoonjo.

Baekhyun berlari tertatih-tatih ke  arah Yoonjo yang asyik memegang erat payungnya. “Yaa, jangan membuat malu dengan membawa payung seperti ini.”

“Memang ada yang salah?” Tanya Yoonjo.

“Kau bisa menggunakan tabir surya, Shin Yoonjo. Tanpa perlu membawa payung seperti ini.” Protes Baekhyun lalu merebut payung dari tangan Yoonjo.

“Hey, kembalikan!”

Baekhyun menggeleng.

“Aku tidak ingin berkulit gelap, Byun Baekhyun.”

“Memang ada yang salah?” Baekhyun mengulang pertanyaan yang dilontarkan Yoonjo tadi, membuat Yoonjo semakin geram. Kemudian Yoonjo berlari ke tempat yang teduh diikuti Baekhyun.

Cukup lama mereka berdua diam. Baekhyun pun masih memegang payung merah muda milik Yoonjo. Tak ingin berdebat dengan kekasihnya, Baekhyun mengembalikan payung milik Yoonjo.

“Ini bukan masalah berkulit hitam atau tidak, ini masalah kita.” Gumam Yoonjo pelan.

“Eh? Masalah kita?”

“Aku tahu kau menyukai Taeyeon sunbae. Taeyeon sunbae punya kulit yang putih, mulus, dan cantik. Dibandingkan dengan kulitku, milik Taeyeon sunbae itu jauh lebih bagus. Jika aku terus berkeliaran di bawah sinar matahari, kulitku bisa saja menjadi gelap dan aku….”

“Apa aku mencintaimu karena kulitmu?” Potong Baekhyun.

“Tapi bukankah penampilan fisik itu yang utama?”

“Bukankah cinta itu tidak perlu alasan?” Baekhyun balik bertanya.

Yoonjo terdiam. Ia menunggu Baekhyun untuk berkata-kata lagi.

“Aku memang menyukai Taeyeon sunbae karena dia cantik, ramah, memiliki suara yang indah, dan mungkin seperti yang kau katakana, Taeyeon sunbae punya kulit yang cantik. Masalahnya, aku mencintaimu tanpa memerlukan alasan. Jika aku bisa menuturkan alasan mengapa aku mencintaimu, itu bukan cinta namanya, tapi suka.”

Yoonjo tersenyum lalu menunduk malu.

Sehun Yooyoung

Yooyoung menguap lebar, “Hoaam…”

Hari semakin siang namun kegiatan belajar mengajar di sekolahnya belum juga usai. Ia memperhatikan teman-teman sekelasnya. Ternyata bukan ia saja yang menguap, bahkan ada yang sudah tertidur pulas.

Yooyoung mengeluarkan kamus bahasa Inggris dari tasnya. Ia meraba permukaan cover kamus, “Aku suka kamus ini. Tebal dan lembut. Sangat cocok untuk dijadikan bantal.”

Bersamaan dengan meletakkan kamus di atas meja, Yooyoung menyandarkan kepalanya dan mulai mencari posisi enak untuk tidur.

Pandangannya tertuju pada aktivitas salah seorang temannya, Sehun, yang menggeser pintu belakang kelas dengan perlahan. Setelah merasa aman, Sehun merangkak keluar dari kelas.

Merasa diperhatikan, Sehun mengisyaratkan Yooyoung untuk tidak memberitahukan guru yang sedang mengajar.

“Ayo, ikut aku!” Ajak Sehun dengan suara berbisik.

Antara sadar atau tidak, Yooyoung mengangguk lalu merangkak keluar kelas.

Sehun menarik tangan Yooyoung dan berlari keluar area sekolah. Di sudut parkiran dekat gerbang, Sehun menenteng sepeda gayungnya. Yooyoung menurut saja saat Sehun memintanya untuk dibonceng.

Sehun mengayuh sepedanya dengan kecepatan normal. Yooyoung dengan posisi duduk menyampingnya, hanya meremas pakaian seragam Sehun dari belakang. Tiba-tiba Sehun menambah kecepatan sepeda dengan mengayuh cepat, mau tidak mau Yooyoung terpaksa memeluk pinggang Sehun.

“Yaaaa pelan-pelan!”

Sehun tidak peduli, ia semakin bersemangat mengayuh sepedanya.

“Hei, coba lihat ke atas!” Kata Sehun dengan nada tinggi.

Yooyoung mendongak ke atas. Cahaya matahari kerlap-kerlip menerobos di antara celah-celah dedaunan dan pohon yang rindang. Yooyoung tersenyum takjub.

Sehun memperlambat kecepatannya. Mereka berhenti di pinggir jalan, tepat di bawah pepohonan yang rindang.

“Indah, bukan? Aku senang melihat cahaya matahari dari celah daun-daun itu.” Tunjuk Sehun. Yooyoung belum memalingkan pandangannya, ia hanya mengangguk dan mendongak lagi.

“Meskipun cahayanya tidak sampai di tanah yang kita pijak ini dengan sempurna,  tetap saja indah ya.” Tambah Sehun lagi.

“Mengapa jadi dramatis begini?” Tanya Yooyoung.

“Aku hanya ingin menunjukkan padamu, menjadi bahagia itu sederhana, seperti melihat cahaya matahari di celah-celah daun itu misalnya.”

“Aku tidak mengerti maksudmu, aku sudah cukup bahagia.”

“Jika kau memaafkanku, apa itu sudah lebih dari cukup untuk membuatmu bahagia?” Tembak Sehun.

“Aku sudah memaafkanmu, asal kau janji tidak akan membuatku menunggumu sampai berjam-jam di bus stop lagi. ” Kata Yooyoung lalu memicingkan matanya.

“Haha maaf. Ah jadi betah terus mencintaimu.” Ucap Sehun lega.

“Memang sejak kapan kau mencintaiku?” Cibir Yooyoung.

“Aku sudah mencintaimu saat kita berdebat di kelas. Aku sudah mencintaimu saat aku melihatmu menguap ngantuk. Aku sudah mencintaimu saat kau mau kuajak keluar kelas. Aku tidak tahu kapan dan bagaimana aku mencintaimu.”

Chanyeol Lime

Sebagian kursi penonton sudah penuh. Chanyeol memicingkan matanya dan memperhatikan setiap deret penonton. Belum ada, gadisnya belum datang.

Tak berapa lama, tepat sebelum pertandingan sepak bola pertamanya dimulai, hampir seluruh penonton mengalihkan pandangan dari lapangan hijau ke arah datangnya penonton yang baru memasuki stadium. Seseorang dengan pakaian aneh mengambil perhatian penonton. Seseorang yang pakaian astronot.

Chanyeol tersenyum lebar. Gadisnya sudah datang. Ia tidak bisa melihat jelas wajah gadisnya karena pakaian yang gadisnya kenakan, namun ia yakin gadisnya pasti membalas senyum dibalik baju astronot itu.

Pertandingan sepak bola berakhir dengan skor 2:0 dan dimenangkan oleh sekolah Chanyeol. Beberapa penonton turun ke lapangan dan memberikan selamat, sedangkan Chanyeol berlari berlawanan arah, ia berlari ke kursi penonton dan menemui gadisnya.

“Aku menepati janjiku untuk menonton pertandingan pertamamu.”

Chanyeol mengangguk puas, ia bisa melihat wajah, Lime, gadisnya, begitu dekat sekarang meski Lime masih menggunakan baju astronotnya. “Lime, mengapa kau tidak berlari ke lapangan dan memberiku pelukan disana?”

“Aku kepanasan, aku rasa kipas di belakang baju ini tidak berfungsi dengan baik.” Jelas Lime.

“Kenapa kau tidak lepaskan saja baju ini dan memelukku disana?”

“Aku ingin sekali, tapi jika aku lepaskan, aku akan mati. Aku ingin terus hidup, aku akan terus hidup.”

Chanyeol tertegun. Bagaimana bisa ia mengeluarkan kalimat seperti itu, Lime merasa terluka pikirnya.

“Baguslah, kalau begitu kau pulang saja duluan. Sepertinya Eomma mu sudah tidak sabar menunggu.” Tunjuk Chanyeol ke  arah Eomma Lime yang sudah memanggil anaknya untuk pulang. “Aku akan mengunjungimu setelah urusanku selesai.”

Dan waktu pun cepat bergulir.

Matahari sudah kembali ke peraduannya. Matahari tenggelam adalah momen yang selalu dinanti Chanyeol. Saat matahari tenggelam, Lime akan terbangun dari tidurnya dan melakukan aktivitas pada malam hari. Saat itulah Chanyeol bisa bertemu kekasihnya, saat sinar matahari sudah tidak ada lagi, saat malam menjelang.

Malam ini, Chanyeol dan Lime tengah duduk di tengah lapangan sepak bola tadi. Lime tidak mengenakan pakaian astronotnya lagi.

“Aku melihatmu mencetak gol ke gawang yang itu.” Ujar Lime.

“Benarkah? Aku tidak memaksamu untuk datang sebenarnya, aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi.” Sesal Chanyeol.

“Tidak apa-apa. Lihat, aku masih sehat-sehat saja, kan?”

Lime menderita penyakit langka, namanya Xeroderma Pigmentosum (XP). Penyakit yang membuat penderitanya sangat sensitive terhadap sinar ultraviolet. Sedikit saja terkena cahaya matahari, kulitnya bisa rusak. Maka Lime tidak boleh keluar pada siang hari. Jika Lime ingin keluar untuk bermain, hanya boleh pada malam hari. Hingga kini penyakit ini belum ada obatnya. Satu-satunya penangkal adalah mencegah kekambuhan dengan cara menghindari cahaya matahari.

Chanyeol mengacak rambut Lime penuh sayang.

Chanyeol pernah memaksa Lime keluar untuk bermain pada siang hari saat mereka masih berusia 7 tahun. Lime yang malu akan penyakitnya, ikut saja dan keluar rumah. Baru saja ia melangkah sampai halaman rumah dan sebagian lengannya terkena cahaya matahari, Eomma nya sudah berteriak histeris. Lime diseret masuk ke dalam rumah. Lalu munculah bintik-bintik merah pada lengannya, langsung saja Lime dibawa ke rumah sakit. Syukur itu tidak menimbulkan hal yang fatal.

Sejak saat itu, Chanyeol hanya mengunjungi Lime saat malam tiba. Chanyeol kecil akan tidur pada siang hari, lalu malamnya bermain dengan Lime. Begitu seterusnya hingga saat ini.

“Apa tidak masalah kau tetap terjaga setiap malam?” Tanya Lime.

“Tidak sama sekali.” Jawab Chanyeol.

“Aku pernah membaca artikel tentang cahaya matahari pagi yang bagus untuk tulang. Sayang aku boleh merasakan kehangatan dan tidak mendapat manfaat dari cahaya matahari itu. Bagaimana rasanya?”

Chanyeol diam dan memutar otaknya, takut ia akan menyinggung perasaan Lime. “Ah tidak sehangat itu. Terkadang cahaya matahari itu sangat panas, bahkan sampai membuat kulit menjadi gelap.”

“Cukup untuk membunuhku, kan?”

Chanyeol  kembali diam.

“Tenang saja, aku tidak akan menyentuh cahaya matahari. Aku ingin terus hidup, aku ingin terus bersamamu.” Ujar Lime lalu tertawa.

“Semua manusia di bumi ini punya matahari sebagai penerang, tapi mereka tidak memilikimu. Kau adalah matahari di malam gelapku.”

5 thoughts on “Sun of Love

  1. Huwooo *-* BaekJo, ChanLime, KrIce <3~ Kece, adoh, Baekhyun nya bikin Jeles ih, kapan ada namja ngomong kea gitua ke aku/? /.\ keren-keren, BaekJo nya kurang panjang/? -3- hwaiting ya thor, mumumu sini dah/? :3

  2. Waaah.. ih ya ampun aku senyam-senyum sendiri waktu baca masa. Aku sukaaa banget semuanya, apalagi KrIce dan Lay-Nara. Kris so sweet ya sama Alice 🙂 Lay juga ngegodain sama gangguin Nara caranya lucu. So sweet banget semuanya! btw, iya, sih bagiannya BaekJo kurang panjang, Suho-Ara juga *aduh apa deh* tapi overall ini bagus semuanya! Fighting, author-nim 🙂

Leave a reply to BaeLyrii (@_tazkiaslsbl) Cancel reply