Forgiveness and Love

1.    Author : Lime
2.    Judul : Forgiveness and Love
3.    Kategori : Romance, Family, Oneshoot
4.    Cast :
–    Kim Hyelim/Lime
–    Do Kyungsoo/Dio
–    Do Hakchan *OC
–    Parh Chanyeol
–    Oh Sehun
–    Lee Yooyoung

Hello! Ini FF EXOVENUS pertama author disini. Pairingnya mungkin agak aneh (?) Maaf gaje dan banyak typo. Don’t like, don’t read. Do read, do RCL ^^ Happy reading, readers!
******

staring2


Wanita itu biasanya hanya tersenyum kecil melihat kelakuan anaknya yang masih seperti bayi. Setiap pagi selalu ingin dibuatkan susu dan roti bakar. Terkadang dengan manja meminta untuk disuapi. Namun wanita itu selalu menuruti keinginan anaknya.
Berbeda dengan pagi. Sang anak sudah tidak ingin disuapi, walaupun masih merengek meminta susu dan roti bakar tentunya. Anak itu sudah siap dengan pakaian rapinya, sesekali melihat pantulan dirinya di cermin.
“Kau benar tidak mau disuapi Bunda lagi, humm?” Wanita itu terus bercanda dengan menyuapi anaknya. Sedangkan si anak  hanya berkelit manja.
“Bunda, aku sudah besar. Lihat! Aku sudah punya janggut!” celoteh si anak.
“Baguslah, jadi kau siap dengan siaran pertamamu nanti malam?” Tanya wanita itu sambil menyodorkan piring dengan 2 lembar roti bakar.
“Ya, Bund. Nanti malam on air perdanaku, Bunda harus stay di radio, ya?”
“Hmm…bagaimana ya?”
“Jangan bilang Bunda ada kencan.” Keluh si anak.
“Kami hanya akan makan malam biasa.”
“Ah! Pokoknya Bunda harus!” Sahut si anak kemudian berlalu tanpa menyentuh roti bakarnya.
“Iya sayang!! Bunda pasti mendengar suaramu di radio nanti malam!” Teriak wanita itu. “Tentunya setelah makan malam.” Lanjutnya pelan.
***
Lime sudah siap dengan pakaian casualnya. Ia yakin Chanyeol akan mengajaknya makan malam di tempat yang cukup wah. Bila Hakchan ikut, pasti di restoran biasa dan sederhana. Karena memang untuk mereka berdua, Lime memilih pakaian yang lebih resmi.
Tak berapa lama kemudian lelaki yang ditunggunya sudah datang. Lime segera masuk ke dalam mobil. Mobil melaju pelan menuju tempat makan malam mereka. Tidak ada suara. Keduanya diam membisu dalam gemerlapnya malam di kota Seoul.
“Kita sudah sampai.” Ucap Chanyeol setelah memarkirkan mobilnya.
Lime segera keluar tanpa mengizinkan Chanyeol membukakan pintu untuknya. Bukan apa-apa, hanya saja ia sudah tidak suka lagi hal-hal yang berbau romantis. Keduanya kemudian berjalan bergandengan menuju meja yang sudah dipesan. Dengan sigap Chanyeol hendak menarik kursi untuk Lime namun segera dicegah wanita itu.
“Aku bisa sendiri.” Kata Lime pelan.
“Tidak apa-apa. Duduklah.” Seru Chanyeol dengan senyum yang mengembang. Terbesit rasa kecewa di benak lelaki itu, namun tak sedikitpun terlukiskan di wajahnya yang tampan.
“Kau mau makan apa, Hyelim ssi?” Tanya Chanyeol seraya membuka menu.
“Ini restoran China. Aku ingin mie pedas saja.” Jawab Lime tanpa membuka menu.
“Kau memilih makanan yang sesuai dengan dirimu.”
Ptakkk!! Jitakan keras mendarat mulus di kening Chanyeol. Pria itu hanya tertawa geli lalu mengacak ringan rambut Lime. Inilah Lime yang dikenalnya sejak dulu. Lime yang selalu ceria meskipun tengah bersedih.
“Sebenarnya ada hal yang harus aku sampaikan padaku. Ini sangat penting.” Gumam Chanyeol sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oppa, tidak bisakah kita makan dulu? Aku sudah tidak tahan.” Gerutu Lime.
“Aku memang tidak bisa romantis. Tapi setelah kupikir, aku bisa menjadi ayah yang baik bagi Hakchan, benar kan? Maksudku umurku sudah sangat cukup, hidupku mapan, dan tentunya kau pasti lelah mengurus anak sendiri. Yaa….mungkin saja kau perlu pendamping hidup.”
Lime membulatkan matanya, kaget. “Oppa, apa kau baru saja melamarku?”
“Eh…apa terdengar seperti itu? Aku tidak bisa merangkai kata-kata. Apa aku harus menyiapkan hal romantis? Seperti makan malam tidak di restoran China, diiringi musik romantis kemudian aku akan berlutut melamarmu?”
“Jangan! Jangan pernah melakukan hal itu! Jika kau melakukannya, aku akan membunuhmu kemudian bunuh diri.” Cetus Lime.
“Aku tau itu akan terjadi, itu sebabnya aku to the point. Bagaimana?”
Lime terdiam sejenak. 18 tahun menjadi single parent memang tidak mudah, namun ia berhasil melalui waktu yang cukup lama itu. 18 tahun sendiri memang menyedihkan, namun ia memiliki Hakchan yang menjadi semangat untuk ia tetap hidup. Hanya saja, cintanya memang bukan untuk pria yang duduk manis di hadapannya.
“Kenapa kau diam? Jawablah.” Kata Chanyeol memecah pikiran Lime.
“Apa aku harus menjawabnya sekarang?” Tanya Lime ragu.
“Kalau bisa sekarang. Aku hitung sampai 3.”
“Oppa, menikah bukan hal mudah untuk diputuskan…”
Belum sempat Lime menyelesaikan kata-katanya, handphone Chanyeol sudah berdering keras. Pria itu segera menerimanya.
“Hallo? Iya? Hah? operasinya sekarang? Ohh…baik aku segera kesana.” Sahut Chanyeol dengan seseorang di ujung telepon.
“Kau akan pergi sekarang? Makanannya saja belum ada di meja.” Kata Lime menampilkan wajah kecewa.
“Hah sepertinya begitu. Mereka tidak punya dokter bedah sebaik aku hahahaa…kau makan saja sendiri.”
“Baiklah, asalkan kau yang membayar.”
“Tentu saja. Dan untuk jawaban dari lamaranku, aku tunggu secepatnya.” Kata Chanyeol kemudian berlalu.
“Hey! pastikan kau mendengarkan radio! Malam ini siaran pertama Hakchan! Dia akan sangat marah padamu!” Teriak Lime. Chanyeol hanya memberi lambaian tangan.
Lime kembali terpaku pada lamaran Chanyeol yang benar-benar dadakan. Ini bukan kali pertama ia dilamar seseorang, namun sangat sulit untuk memberi keputusan. Jika pada cinta sebelumnya ia langsung menerima, berbeda dengan kali ini. Ia menyukai Chanyeol, sangat menyukainya. Namun perasaan seperti cinta dan sayang itu tidak ada. Hanya perasaan rasa sebagai adik. Ia menimbang terus.
Pelayan dengan nampan makanan menghampiri mejanya. Lime tidak bernafsu makan. Setelah mengecek bahwa Chanyeol sudah membayar, ia segera keluar dari restoran. Benar-benar tidak ada niat untuk makan.
Setelah menyetop taxi, ia duduk di kursi belakang. Ia melirik jam tangannya, sudah pukul 8 malam. On air perdana Hakchan sudah dimulai.
“Nona, kita kemana?” Tanya supir taxi.
“Bawa aku berkeliling Kota Seoul, aku belum tau mau kemana. Dan bisa tolong nyalakan radionya?” Pinta Lime.
Sang Supir Taxi menyalakan radio dan benar, radio tempat Hakchan berkerja sudah siap dengan penyiar baru mereka. Lime tertawa geli mendengar suara Hakchan pertama kali di radio.
“Nona, apa benar kita hanya berkeliling?” Tanya supir taxi lagi.
“Iya. Jangan takut aku bawa banyak uang.” Seru Lime.
***
“Hyung?”
“Ehm.”
“Aku dengar radio itu sudah membuka line telepon untuk acara baru mereka. Love Story, kau tidak ingin menceritakan cerita tragismu?”
“Ah buat apa. Aku sudah tidak bisa menemukannya.”
“Ini radio nasional, Hyung. Banyak orang yang akan mendengarkan, apalagi ini acara perdana mereka.”
“Kau tau sekali, jangan seperti wanita.”
“Tidak tidak! Yooyoung yang menceritakannya. Mungkin saja dia yang kau maksud mendengarmu.”
Pria itu menimbang perkataan sahabatnya. Apa salahnya berbagi cerita? Bukankah itu bisa memberikan inspirasi dan pelajaran bagi orang lain.
“Sehun ah, putar saja radionya. Aku akan segera menelpon.”
***
Hakchan sudah bersiap dengan headphonenya. Sedikit mengatur mic untuk mengusir grogi. Malam minggu. Ini adalah malam pertama on air untuknya. Hakchan adalah penyiar baru di salah satu stasiun radio, namun ia sudah dipercaya membawakan sebuah acara di malam minggu yang bertajuk “Love Story”. Sebuah acara yang menerima telepon interaktif dengan pendengar yang akan menceritakn kisah cintanya.
Setelah cukup basa-basinya, Hakchan mulai membuka line telepon untuk acara perdananya malam ini.
Tutt…tutt…
“Annyeonghaseyo selamat malam! Wah kamu adalah penelpon pertama kita pada malam hari ini. Sekaligus pendongeng pertama dalam Love Story ini.” Cuap Hakchan penuh semangat.
“Ah iya sepertinya begitu. Aku merasa sangat beruntung.” Kata pria yang menelpon.
“Wow ini seorang laki-laki? Hahahaa yang aku tau hanya perempuan yang akan melakukan hal seperti ini. Baiklah, apa aku harus memanggil hyung?”
“Bukan, panggil aku ahjussi. Aku sudah cukup berumur dan tidak pantas dipanggil hyung.”
“Wahh ini benar-benar kejutan!” Girang hakchan. “Baiklah ahjussi, Anda ingin bercerita tentang apa dan dengan siapa? Dengan istri Anda kah?”
“yaah bisa dibilang begitu. Ini cerita miris. Apa aku harus memulainya dengan cara kami bertemu?” Kata pria itu.
***
[FLASHBACK]
“Eonnie…aku sangat suka laki-laki yang jaket biru itu.” Rengek Yooyoung pada Lime.
“Yang mana? Maksudmu laki-laki yang bertubuh pendek itu?” Kata Lime sambil berusaha memperhatikan 2 laki-laki yang sedang duduk di taman kota sambil meminum bubble tea.
“Bukan! Itu yang lebih tinggi dan kurus. Bukankah ia sangat tampan?”
“Yang itu?” Tunjuk Lime dengan jarinya.
“yaaahh!! Jangan ditunjuk begitu! Haaa….aku harap bisa mengenalnya. Ia tinggal di dekat tempat tinggalku yang baru, hanya saja aku sangat malu menyapanya.” Ujar Yooyoung, kemudian memberi kedipan nakal ke arah Lime.
“Apa-apaan kau ini. Lalu apa hubungannya denganku? Jangan mengedipkan mata seperti itu atau aku akan mencungkilnya keluar!”
“Kau jahat sekali. Aku hanya butuh bantuanmu.”
“Apa?”
Yooyoung mengelurkan sebuah surat dari tasnya dan diberikan kepada Lime, “tolong berikan surat ini pada laki-laki itu. Aku malu.”
“Heh!! Kau pikir aku tidak akan malu?”
“Yaaah kau ke Seoul hanya untuk menemaniku sebentar sejak kepindahan dari Busan kemarin. Kemudian eonnie akan kembali ke Busan, kau tidak akan bertemu dia lagi. Ya ya? Tolong aku.” Pinta Yooyoung memelas.
“Hah baiklah…” Kata Lime lalu mengantongi surat itu. “Akan kuberikan nanti saat pulang.”
“Pastikan ia akan membacanya, ya?”
“Iya ah, cerewet.” Kata Lime sewot. Kemudian keduanya pergi sambil tertawa.
***
“Ah hyung…ini ku kembalikan jaketmu. Benar-benar panas.” Sehun melepas jaket biru pinjamannya.
Si pemilik segera mengenakannya, “Ugh! Jaketku jadi bau!”
“yaaah! Do Kyungsoo!”
“Kau berani berteriak begitu pada hyungmu, huh?” Semprot Dio.
“Kita sudah bersama sejak kecil, bermain bersama, tidur dan mandi bersama, bahkan bau kentut kitapun sama. Jika aku bau kau juga bau. Hahahaa…” Balas Sehun kemudian berlari menghindar karena tau Dio sudah memasang kuda-kuda untuk menghajarnya.
***
Lime mengintip di ujung jalan. Kata Yooyoung laki-laki yang disukainya selalu melewati jalan kecil ini. Matanya memperhatikan siapapun yang lewat. Ia tidak terlalu mengingat wajah laki-laki itu, hanya saja ia tau laki-laki yang dimaksud itu memakai jaket berwarna biru.
“Ah! Itu dia!” Lime segera berlari dan menghentikan laki-laki berjaket biru itu.
“hey! apa yang kau lakukan? Biarkan aku lewat!” Seru laki-laki itu.
“Ini untukmu!” Lime menyerahkan surat pada lelaki itu. Ia bingung melihat perubahan pada laki-laki itu. “hey tuan! Apa tubuhmu menyusut? Sebelumnya aku melihatmu cukup tinggi. Ah aku benar-benar tidak mengerti selera Yooyoung. Yaa…pastikan untuk membacanya.” Sambung Lime kemudian pergi.
“hey! gadis berambut cokelat!” Teriak laki-laki itu, namun Lime sudah menghilang setelah menyebrang jalan.
“DIO HYUNG! KEJAR AKU!” Suara cempreng sahabatnya ditangkap laki-laki itu.
“Sehun ah! Diam disana dan aku akan membunuhmu!!!” Balas Dio kemudian kembali berlari mengejar Sehun.
***
Hari-hari berikutnya, Lime terus memberi surat kepada Dio. Dan pertemuan mereka selalu jalan yang sama. Lime akan duduk menunggu Dio lewat kemudian memberikan surat. Begitu terus setiap hari.
Awalnya Dio sangat risih dengan sikap Lime. Tiap malam ia akan membaca kalimat romantis yang katanya teman dari Lime. “Tubuhmu yang tinggi akan mudah menangkap hatiku jika terjatuh…” Baca Dio pelan. “Cihh…apa dia menghina tubuh pendekku?”
Hari berikutnya, Lime sudah siap dengan surat. Dio sudah menemukan gadis itu di tempat biasa. Dengan santai Lime mendekati Dio dan menyerahkan suratnya. “Ini surat terakhir, kau pasti tau siapa temanku ini. Ia tinggal di kompleks sini juga, ia warga baru. Jangan lupa tulis balasannya.”
“Maksudmu…kita tidak akan bertemu di jalan sepi ini lagi?” Tanya Dio, ia memang sudah terbiasa bertemu Lime di sore hari setelah pulang sekolah.
“Tentu saja.” Jawab Lime. Meskipun tiap hari mereka bertemu, mereka tidak tau nama masing-masing.
“Baiklah, aku akan memberi balasannya besok. Asal kita bertemu besok sore.”
“Tidak bisa! Bagaimana kalau pagi-pagi sebelum aku berangkat sekolah?”
“Oke. Tunggu aku disini.” Kata Dio kemudian segera beranjak.
“Waahhh! Telur mata sapi!!!” Seru Lime yang kemudian berjingkrak girang sambil memandang langit sore.
“Eh? Dimana??” Dio menghentikan langkahnya dan ikut memandang langit. Ia tepat berdiri di samping Lime.
“Itu! Matahari tenggelamnya seperti telur mata sapi hihihi…”
“Hahahaa ada-ada saja. Seandainya itu telur mata sapi sungguhan, seluruh rakyat Korea Selatan akan mati kekenyangan jika memakannya!”
“Iya! Itu telur mata sapi terbesar! Ini pertama kali aku melihat telur mata sapiku si kota Seoul!” Sahut Lime penuh semangat.
Dio hanya melirik gadis yang ada di sampingnya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Lime sudah menunggu Dio di jalan itu. Sesekali ia memukul ringan punggungnya yang menahan beban ransel penuh barang. Jam 8 ini bus menuju Busan akan membawanya pulang.
Gadis itu tersenyum melihat sosok laki-laki yang ditunggunya berlari ke arahnya.
“Mana suratnya? Aku sudah tidak punya banyak waktu!” Pinta Lime.
“Ini!” Kata Dio seraya menyodorkan sebuah surat pada Lime.
“Wahh!!! Temanku pasti akan sangat senang!”
“Itu bukan untuk temanmu, itu untukmu.” Kata Dio pelan. “Aku menaruh nomor telepon disana. Hubungi aku sesekali, ya. Aku pergi!” Sambung Dio kemudian berlalu.
***
Bus menuju kota Busan sudah melaju. Lime duduk di dekat jendela sambil memandangi kota Seoul. Ia hanya menghabiskan waktu 2 minggu disini untuk menemani Yooyoung yang pindah rumah. Terbayang olehnya tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan setelah kembali ke Busan. 2 minggu waktu yang panjang dan pasti sudah banyak tumpukan tugas menunggunya.
Ia teringat suratnya. Diraba pelan amplop surat itu, ia belum membacanya sama sekali. Dibukanya pelan surat itu kemudian dibaca. Berulang kali ia baca ulang, untuk memastikan tidak ada kalimat yang salah atau terlewatkan. Benar. Tidak ada yang salah.

To : Gadis Telur Mata Sapi
Aku tidak tahu siapa temanmu. Aku tidak tahu siapa pengirim surat ini yang sebenarnya. Yang aku tahu kau yang selalu memberinya padaku setiap hari. Aku berpikir aku akan jatuh hati pada penulis surat ini, tapi ternyata tidak. Aku malah jatuh hati pada si pengirim surat, ya itu kamu. Aku menyukaimu. Kata romantis yang selalu kudengar di film adalah… I LOVE YOU. Maukah kau menjadi pacarku? Tidak! Jangan membalas surat ini. Beritahu lewat telepon, aku menulisnya nomorku di balik surat ini.
Sekali lagi, I LOVE YOU

Do Kyungsoo

Lime semakin bingung. Sebenarnya ia juga memiliki perasaan yang sama setelah bertemu setiap hari. “Aku pusing. Aku mau tidur.” Gumam Lime lalu memasukkan surat itu ke dalam saku jaketnya kemudian terlelap.
Perjalanan yang panjang menuju Busan terhenti di terminal. Lime terbangun dan mengucek matanya. Sosok ayah dan ibunya sudah melambai dari luar, ia bisa melihat kedua orangtuanya. Sebelum turun dari bus, Lime membaca ulang suratnya. Setiap kata yang dibacanya terserap di otaknya. Senyum manis terukir di kala membaca kalimat terakhir. Melihat semua orang sudah turun dari bus, ia segera melipat surat itu dan menyimpannya. Pada lipatan terakhir, ia bergumam lirih, “I love you too.”
[FLASHBACK OFF]
***
“Hahahaaa….” Hakchan tertawa lepas mendengar cerita dari pria penelpon. “Itu benar-benar pertemuan yang gila!”
“Percaya atau tidak, itulah cara kami bertemu. Aku pikir aku akan merasakan jatuh cinta pada situasi yang tidak terduga. Seperti mengambil buku yang sama di Perpustakaan atau bertabrakan di kampus kemudian memungut buku dan berakhir dengan berpegangan tangan.” Kata pria itu.
“Tapi ahjussi, ada satu yang aku bingungkan. Bagaimana dengan teman yang sebenarnya penulis surat itu?”
“Ah? Yooyoung? Dia menemukan jalannya sendiri untuk bertemu sahabatku itu, Sehun. Dan seperti jatuh cinta yang aku pikir, mereka mengambil buku yang sama di Perpustakaan sekolah kemudian keduanya jatuh cinta dan menikah hingga sekarang.”
“WOW! Fantastic Baby! Mereka benar-benar jodoh. Lalu ahjussi, bagaimana hubunganmu dengan wanita itu selanjutnya? Bukannya kalian melakukan long distance relationship?” Tanya Hakchan penuh semangat.
“Ia membalas perasaanku lewat telepon. Setelah itu kami selalu bertelepon ria setiap hari. Bahkan setiap sebulan sekali aku pergi ke Busan untuk mengunjunginya. Orangtuanya menerimaku dengan baik, mereka sangat suka orang Seoul.”
“Sama seperti kakek dan nenekku, mereka sangat suka orang Seoul. Hahahaha… lalu ahjussi.. bagaimana hubunganmu dengan wanita itu? Menikah?”
“yaah awalnya begitu…”
***
[FLASHBACK ON]
Dio menggenggam lembut tangan wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya. Lime. Perlahan Dio membawa wanitanya untuk melihat seisi rumah baru mereka. Tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil. Rumah mungil yang sederhana.
“Seleramu bagus juga, Kyungsoo ssi.” Celetuk Lime.
“Tentu saja, seleraku tidak rendahan sepertimu.” Canda Dio.
“Hentikan!” Semprot Lime kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. “Apa aku harus mengubah margaku? Seperti Do Hyelim?”
“Jangan! Itu terdengar aneh, sekarang abad ke-21 hal seperti itu lupakan saja.”
“Hah padahal aku ingin sekali memakai marga itu.”
Lime memanyunkan bibirnya, membuat suaminya gemas. Dengan penuh sayang ia mengacak rambut istrinya. Lime sangat suka mendapatkan sentuhan di puncak kepalanya. Rasanya itu sangat menyenangkan, seperti sikap menunjukkan bahwa seseorang sangat menyayanginya.
“Eng…kamar kita dimana, sayang?” Tanya Lime.
“Disini.” Dio menarik Lime ke sebuah ruangan. Itu adalah kamar mereka. Tidak ada yang istimewa seperti kamar pengantin lainnya, hanya sebuah kamar biasa.
Tiba-tiba Dio mendorong tubuh istrinya ke tembok, lalu menahannya. Lime menyilangkan kedua tangan di dadanya sambil tertawa, “Aku pernah melihat adegan ini di sebuah iklan. Jangan bercanda.”
“Hmmm…bercanda tidak ya?” Goda Dio.
“Baiklah, aku akan tunjukkan bagaimana bercanda yang sebenarnya.” Sedetik kemudian Lime menarik kerah baju Dio dan mencium suaminya.
Dan dengan malu-malu sang bulan mengintip dari balik jendela. Menyaksikan dua insan bermadu kasih di malam dingin kota Seoul.
***
Lime menggosok pelan matanya saat sinar mentari menembus tirai. Ia menemukan suaminya masih tertidur pulas. Polos sekali. Dengan iseng ia mengambil beberapa potret wajah Dio.
Ia segera beranjak dan melakukan pekerjaan pertamanya sebagai wanita rumah tangga. Setelah mandi, ia menyiapkan sarapan. Suaminya masih tertidur, mungkin kelelahan akibat semalam. Lime hanya tertawa geli mengingat malam pertama mereka.
“Apa yang kau tertawakan?” Suara berat Dio mengagetkan wanita itu.
“Ah tidak ada apa-apa, hehehe…” Sahut Lime.
“Aku terbangun karena merasa ada sinar blitz, apa yang kau lakukan?”
“Hanya mengambil beberapa foto wajahmu yang tertidur. Aku belum mendapat pelukan hari ini.” Gumam Lime pelan.
Melihat tingkah istrinya Dio langsung merengkuh lembut tubuh Lime. “Kau suka?”
“Iya.” Pelan namun pasti Lime membalas erat pelukan Dio. “Kau tahu kan aku sangat suka dipeluk.”
[FLASHBACK OFF]
***
“Dia tipe wanita yang seperti itu? Sepertinya aku kenal seseorang yang seperti dia.” Gumam Hakchan sambil menggaruk dagunya. “yah mungkin memang semua wanita suka dipeluk, benar kan ahjussi?”
“Ya. Dia selalu meminta peluk dan cium setiap hari. Jika tidak dia akan menggodaku habis-habisan. Benar-benar wanita yang manja.” Sahut lelaki itu.
“Tapi kau mencintainya kan?”
“Hahahaa tentu saja. Kami bahkan memiliki anak. Dia terlihat lucu dengan perut buncitnya.”
“Benarkah? Wahh keluarga yang bahagia. Lalu masalahnya dimana, ahjussi?”
“Dan itulah awal dari semua masalah. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat itu.”
***
[FLASHBACK ON]
“Oppa, bagaimana kau tahu aku tinggal disini?” Tanya Lime. Wanita itu duduk di samping pria yang sudah lebih dari 20 tahun mengenalnya. Park Chanyeol. Seorang sahabat lama yang mampir di rumah barunya.
“Ibumu memberikan alamat ini. Kau tau, aku sangat merindukanmu.” Sahut pria itu.
“Aku tahu. Dan aku juga sangat sangat sangat merindukanmu!!” Seru Lime yang tanpa aba-aba memeluk Chanyeol. “Adikmu ini sangat merindukan jitakanmu.”
“Kau memintaku untuk menjitak jidat lebarmu lagi, begitu?” Kata Chanyeol lirih.
BRAAKKK!!!
Tiba-tiba pintu rumah dibanting keras. Lime dan Chanyeol terperangah. Sosok Dio yang tengah berdiri dengan wajah merah padam di ujung pintu.
“Apa yang kalian lakukan?” Tanya Dio segera menarik tangan istrinya.
“Dia Chanyeol. Teman yang sering aku ceritakan padamu. Dia…seperti kakak bagiku.” Jawab Lime lirih.
“Aku tidak bertanya siapa dia, tapi apa yang kalian lakukan? Berpelukan mesra, hah??!!”
“Hey! tenang dulu! Aku dan istrimu tidak ada hubungan yang seperti itu. Kami hanya seperti saudara.” Balas Chanyeol tak mau kalah, ia beranjak dari kursinya dan berhadapan langsung dengan Dio.
Lime bergidik ngeri, ia segera menarik lengan Chanyeol. “Oppa, pulanglah.”
Chanyeol mendengus kesal dan segera pergi.
“Sayang, tenanglah. Aku bisa jelaskan semuanya.”
***
6 bulan berlalu. Kehidupan rumah tangga mereka terasa hambar. Dio sudah tak semanis dulu. Semua berubah.
Bukannya tidak menjelaskan apa yang terjadi, hanya saja semuanya tidak mempan sama sekali. Lime sangat tau sifat suaminya. Kalau Dio sudah berkata TIDAK akan selamanya TIDAK. Itulah sifat keras kepalanya. Semua usaha yang dilakukan wanita itu tidak ada yang berhasil. Setiap malam matanya sembab karena menangis. Untuk memeluknya saja Lime harus menggoda suaminya mati-matian. Terkadang merasa harga dirinya sebagai perempuan sudah jatuh.
Sembab. Matanya sudah lelah karena menangis tiap malam. Seorang wanita hamil yang tidak pernah mendapat perhatian dari suaminya. Selalu mengontrol kandungannya ke dokter sendiri. Membeli semua kebutuhan dia dan calon bayinya, sendiri.
Sedangkan Dio? Entah apa yang ada di pikiran pria itu. Setiap dia ingin memberi kasih sayang pada istrinya, kejadian itu kembali terputar di memorinya. Perselingkuhan. Ia menganggap itu perselingkuhan. Mungkin itu hal biasa bagi Lime untuk memeluk seseorang yang disebutnya sebagai kakak, namun bagi Dio itu bukan hal biasa. Dia sangat benci hal-hal berbau perselingkuhan.
“Sebentar lagi bayi kita akan lahir. Dia akan punya mata sepertimu, dia akan terlihat mirip seperti ayahnya.” Kata Lime sebelum ia mematikan lampu untuk tidur.
“Apa kau yakin akan melanjutkan semua ini?” Gumam Dio pelan.
“Ayah sudah tidak nyaman?” Ya. Ayah. Sejak menikah Dio dan Lime saling memanggil Ayah-Bunda.
“Bund, aku sudah tidak bisa dengan semua ini. Aku berusaha kuat dan melupakan kejadian itu, tapi tidak bisa. Aku tidak ingin terus berbohong pada diriku sendiri. Aku juga tak ingin menyakitimu.”
Lime menelan ludahnya berulang kali mendengar kalimat itu keluar dari mulut suaminya. “Ayah ingin kita bercerai?”
“Begitu.”
“Setidaknya tunggulah sampai bayi kita lahir. Kemudian ceraikan aku. Selamat malam.”
***
Life goes on.
Waktu terus bergulir hingga hari persalinan tiba. Wanita itu terjatuh lemas, merasakan sakit yang hebat di bagian perutnya. Suaminya hanya berwajah datar, membopong tubuh istrinya ke mobil dan melaju cepat ke rumah sakit terdekat.
Lime hanya bisa menangis melihat suaminya berdiri di pintu Kamar Bersalin. “Ayah….temani aku…ayah….”
Pria itu diam tak bergeming. Melihat istrinya menangis dan merintih sakit. Ia segera berbalik pergi. Lime berteriak memanggil suaminya, namun perlahan punggung itu hilang ketika pintu Kamar Bersalin ditutup.
Ia menjerit keras. Berusaha mendorong bayinya yang akan segera lahir. Dokter dan perawat berusaha menolongnya. Salah seorang perawat menggenggam kuat tangan Lime, memberikan semangat dan dukungan.
Rasa sakit merajai tubuh wanita itu. Tubuhnya lemas. Sang perawat terus memberikan semangat dan doa. Tak butuh waktu lama, dengan satu dorongan kuat disertai jeritan keras, suara tangis bayipun terdengar. Samar-samar Lime melihat dokter menggendong seorang bayi, ia tersenyum.
“Anakmu laki-laki. Dia sangat tampan.” Kata perawat yang menggenggam tangannya tadi.
Wanita itu tersenyum lebar. Sebulir air mata menetes di pipinya.
***
“Bangunlah. Hey sleeping beauty, bangunlah!”
Suara itu mengusik tidur Lime. Ia membuka mata perlahan, sosok Chanyeol tengah tersenyum lebar di sampingnya.
“Aku dimana?” Tanya Lime.
“Kau sudah di ruang perawatan. Aku bekerja di rumah sakit ini. Tenanglah, semuanya biar aku yang urus.” Kata Chanyeol.
“Kau benar-benar sudah menjadi seorang dokter, ya?”
“Bukankah itu cita-citaku dari dulu, kau tahu kan?”
“Aku tahu kau dengan baik.” Gumam Lime. “Mana anakku?”
Chanyeol menarik pelan tempat tidur bayi yang ada di dekatnya. “Ini bayimu.”
“Dia tampan sekali.” Kata Lime, memperhatikan setiap lekuk di wajah bayinya.
“Kau hebat. Tidak sampai 10 menit kau sudah berhasil melahirkan dengan normal. Bahkan setelah lahir ASI mu langsung ada kata dokter tadi. Bayimu juga menyusu dengan lahap. Dia benar-benar sehat.” Puji Chanyeol lalu mengacungkan jempol.
“Ah iya, dia benar-benar seperti sangat kelaparan. Aku rasanya dia kekenyangan sampai tidur begitu pulas.” Sahut Lime.
“Kalau begitu aku keluar dulu. Aku taruh bayimu di sampingmu saja ya? Bisa saja dia menangis karena kelaparan lagi.” Chanyeol menggendong dan meletakkan bayi Lime di samping ibunya. Lime menggeser sedikit posisi tidurnya, memberi ruang untuk malaikat kecilnya.
“Terimakasih, kau sangat membantu, Oppa.”
“Sebagai kakak aku akan sangat senang membantu adikku.” Seru Chanyeol kemudian berlalu.
Tak berapa lama, Dio masuk ke dalam ruang perawatan Lime. Tanpa basa-basi Dio hanya berdiri menatap Lime.
“Kau sudah melihat bayi kita? Dia sangat lucu dan sehat.” Kata Lime mengukir senyum.
Dio masih diam. Ia hanya menatap datar bayi mungil yang tengah tertidur pulas dalam pelukan ibunya. “Aku pergi dulu.”
***
Dio berlari terengah-engah di lorong rumah sakit. Benda kecil itu digenggamnya erat. Ia sama sekali belum membelikan apapun untuk keperluan bayinya. Baru saja ia membelikan sarung tangan lucu untuk bayinya.
Ia mendobrak pintu ruang perawatan Lime. Sepi. Tidak ada sosok Lime dan bayinya disana. Seorang suster tengah merapikan tempat tidur yang ditempati Lime beberapa jam yang lalu.
“Suster, dimana wanita yang berada di kamar ini?” Tanya Dio sambil mengatur nafasnya.
“Dia sudah pulang, baru saja.” Jawab Suster itu.
“Hah? bukannya dia baru melahirkan semalam?”
“Dokter tampan itu mengizinkan dia pulang. Baru saja keluar ruangan ini, mungkin masih di parkiran sana.”
Dengan cepat Dio berlari meninggalkan ruangan itu.
***
“Kau yakin tidak ingin menemui suamimu? Temuilah dia barang sebentar, Lime.” Kata Chanyeol menahan tangan Lime sebelum masuk ke dalam mobilnya.
“Bawa aku ke tempat yang jauh, Oppa. Jangan pulang ke Busan. Dio bisa saja mencari kesana. Ke tempat yang tidak ada orang yang tahu siapa aku.” Gumam wanita itu.
“Baiklah. Untukmu akan kulakukan. Aku akan mengurus kepindahan tugasku ke rumah sakit Mokpo. Aku sudah ada rumah untukmu disana.”
“Terimakasih. Aku tidak tahu harus membalasmu dengan apa.” Kata Lime lalu masuk ke dalam mobil. Dipeluk erat bayinya yang tertidur pulas.
Mobil mulai melaju pelan meninggalkan area parkir rumah sakit. Tiba-tiba bayinya menangis.
“Buka saja jendelanya. Mungkin bayimu kepanasan.” Kata Chanyeol sambil menyetir.
Lime membuka jendela mobil, dari spion ia bisa melihat sosok yang sangat dikenalnya berlari mengejar mobil yang akan membawanya ke kota kecil, Mokpo.
“Ya Tuhan, jangan biarkan aku terus berkhayal seperti ini.”
[FLASHBACK OFF]
***
Hakchan meneteskan air matanya, mendengar cerita si penelpon pertama di malam perdana ON Air nya.
“Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku sangat merindukannya. Aku bahkan belum memeluk bayiku. Sudah 18 tahun, aku tidak pernah menemukan istriku. Aku….” si penelpon ikut menangis sedih.
“Ahjussi…kita harus melanjutkan acara ini. Baiklah pendengar, jika ingin memberikan tanggapan pada kisah ahjussi sini, silahkan telepon di line telepon kami.”
***
Lime tersentak dari kursinya. Si penelpon itu adalah suaminya. Ya, suaminya. Dio belum menjatuhkan talak pada Lime. Wanita itu hanya pergi meninggalkan suaminya. Ia merasa menjadi istri terburuk di dunia ini.
Dengan cepat ia memencat nomor telepon radio tempat Hakchan siaran, dan berhasil tersambung.
“Wah…selamat malam. Ini adalah penelpon kedua kita. Dan ini masih tersambung dengan penelpon pertama.” Kata Hakchan.
“Hakchan ah~ ini Bunda.” Kata Lime pelan.
“Bunda? Bunda mendengar siaran pertamaku?? Hahahaa ini benar-benar kejutan.” Kata Hakchan yang masih ber ON air di stasiun radionya.
Si Pria penelpon pertama mendengus kesal, bukannya mendengar tanggapan malah mendengar ibu dan anak berbincang.
“Hakchan ah~ biarkan bunda bicara dengan penelpon ini.” Pinta Lime.
“Baiklah, aku akan mendengarkan.” Seru Hakchan lalu diam menunggu Bundanya.
“Tuan, apakah kau masih mengingat wajah istrimu itu?” Tanya Lime, sambil berusaha menahan tangisnya.
“Tentu saja. Aku sangat mengingatnya. Aku harap ia kembali suatu saat nanti, entah kapan. Aku sangat merindukannya.” Jawab si pria dari seberang.
“Masihkah kau ingat tempat pertama kali istrimu memberikan surat?”
Hakchan masih serius mendengarkan.
“Tentu. Jalan itu masih ada, di kompleks perumahan Gangnam. Memang sedikit berubah, namun kenangan di tempat itu tidak akan pernah berubah.”
“Kalau begitu, temui istrimu disana. Sekarang. Ayah….” Kata Lime terisak, air matanya tumpah tak terbendung.
“Ayah…Bund…kau…kau…”
“Ini Aku, Kim Hyelim. Masih mengingatku, Do Kyungsoo ssi…”
Hakchan terperanjat dan menutup mulutnya. Kaget. Hanya itu yang ia rasakan.
“Bunda!!! Kau dimana!!!!” Seru pria itu. Dio. Pria itu adalah Dio. Suami Lime yang hilang.
“Temui aku disana…di tempat pertama kali aku memberi surat itu. Cepat! Aku sudah lelah menunggumu.” Kata Lime lalu menutup teleponnya. Sang sopir taksi segera meluncur menuju perumahan Gangnam. Ya, sopir taksi itu masih memutar radio dan mendengar semuanya dengan jelas.
“Jadi ahjussi…kau adalah…ayahku?” Tanya Hakchan pelan.
Dio menangis di ujung teleponnnya, “Maafkan aku. Aku harus segera menemui ibumu.”
Tut..tut..tut…telepon terputus.
Waktu On Air Hakchan sudah habis, ia segera menutup acaranya.
“Waw!!! Hakchan! Malam perdanamu sangat hebat. Apakah itu kisah nyata?” seru bos Hakchan yang sedari tadi ikut larut dalam cerita.
“Itu sangat nyata. Sajang nim, aku pergi.”
***
Lime berlari terengah-engah menuju jalan itu. Jalan itu masih sepi. Sudah menjadi gang kecil di perumahan yang cukup mewah itu. Ia berdiri menanti di bawah tiang lampu.
“Lime!” Lime berbalik mendengar seseorang memanggilnya, senyumnya memudar. Bukan sosok Dio yang ditemukan, melainkan Chanyeol.
“Oppa….”
“Aku mendengar siaran Hakchan. Dan sekarang aku tau jawabanmu. Hatimu memang tidak pernah untukku, aku tau kau masih sangat mencintai pria itu.” Kata Chanyeol.
“Oppa, maafkan aku…aku…”
“Bundaaaaa!!!” Seseorang memanggil namanya dengan panggilan itu. Lime berbalik ke arah seberang. Sosok yang sangat dirindukannya berdiri disana.
“Pergilah, kembali padanya.” Kata Chanyeol.
Lime berbalik lagi ke arah Chanyeol, “Oppa…maaf.”
“Cepatlah pergi sebelum kau melihatku menangis.” Suruh Chanyeol lalu tersenyum.
Sepertiga detik kemudian Lime sudah berlari ke arah Dio. Dengan cepat Dio menangkap pelan tubuh Lime dalam pelukannya. Pelukan erat yang sudah tidak pernah ia rasakan selama 18 tahun. Wanita itu terisak di pelukan suaminya. Seseorang yang akan selalu dan selamanya menjadi bagian hidupnya.
***
EPILOG
“Jadi namamu Do Hakchan? Bundamu benar-benar payah dalam memberi nama.” Kata Dio sambil mengusap pelan lengan Hakchan, yang menyandarkan kepalanya di bahu Ayahnya yang telah lama hilang. Hakchan tidak pernah semanja ini sebelumnya, bahkan pada Chanyeol yang sudah dianggapnya sebagai ayah sendiri.
“Ya. Bunda memang payah dalam memberi nama.” Seru Hakchan kemudian tertawa.
Pletakk! Dua jitakan keras mendarat mulus di jidat Dio dan Hakchan. “Kalian berdua membicarakanku?” Kata Lime sewot.
“Bunda sakit!” Semprot Hakchan lalu memperbaiki posisi duduknya, menyandarkan kepalanya di bahu Lime yang baru saja duduk di sampingnya. “Aku tidak menyangka kita bisa bersatu seperti ini. Bersama ayah dan bundaku.”
“Ini semua karena kamu, Hakchan ah. Kalau kau tidak menjadi penyiar radio mungkin kami tidak akan pernah bertemu.” Kata Lime.
“Hahahaa…aku memang hebat.” Kata Hakchan. “Baiklah, aku akan memberi kalian waktu untuk berdua saja.” Kata Hakchan kemudian meninggalkan Dio dan Lime.
Hening. Keduanya masih bisu dalam diam.
“Ehm…apa kau merindukanku?” Tanya Lime membuka suara.
“Tentu saja, untuk itulah aku mencarimu. Aku benar-benar menyesal tentang itu.” Jawab Dio, dengan cepat menarik pinggang istrinya merapat pada tubuhnya.
“Aku juga minta maaf. Aku tahu aku salah.”
“Sudah sudah ya. Kita lupakan semuanya.” Kata Dio lalu mengecup pelan kening istirnya. “Jadi…apa Hakchan ingin punya adik?”
“HAH?!”
END

Haaaa bagaimana ceritanya? Gaje kah? Diilhami dari kisah nyata dalam fakeworld. FF ini khusus dibuat untuk seseorang berinisial AAR (?) hahahaa walopun kisah kita tidak berakhir bahagia seperti FF ini, but our memories are always saved ^^

6 thoughts on “Forgiveness and Love

  1. T^T Astaga terharu sekali unn
    Jadi keinget akun RP Lime yg bercerai sama akun RP DO di fb yg berteman sama aku *eh
    Penyiar radio?kece unn x)

  2. kyaaa sedihhh terharuu 😥
    sebenernya lebih suka pairing chanyeol-lime. tapi gapapa deh hehe
    ceritanya bagus (y)
    leep writing 😉

Leave a reply to Annisa Cancel reply